Home

This morning I wake up with a positive mood because I have planned to spend my day at my favourite/ escape-from-daily-routine place in (in my opinion) one of the best bakery in Bali. I’ve imagined a simple yet delicious breakfast accompanied with a great coffee there.

Pagi hari ini saya bangun dengan mood yang baik, karena sudah berencana untuk menghabiskan pagi di tempat favorit saya di salah satu bakery (yang menurut saya) terbaik di Bali, saya sudah membayangkan makan pagi yang nikmat ditemani dengan kopi yang nikmat di sana.

So, after I feed Abby (my lovely Beagle) dan take her for a morning walk, I get myself ready to go.

Maka setelah memberi makan Abby (anjing Beagle saya) dan membawa dia berjalan-jalan pagi (sekaligus supaya dia bisa buang air), sayapun bersiap-siap dan berangkat.

Five minutes after I left my apartment using my motorbike, suddenly a high-speed motorcycle appear from an alley on my way to the bakery, that my brake failed to stop my motorcycle completely and I crashed onto him and fall.

5 menit saya baru keluar dari tempat kos saya menggunakan motor saya, tiba-tiba di salah 1 bagian jalan keluar motor dari gang dengan kecepatan tinggi hingga rem sayapun gagal bekerja dengan baik dan sayapun menabrak dia hingga terjatuh.

Technically I crashed him, but (in my knowledge) when you are exiting an alley/ crossing a road/ make a turn, you have to wait for any vehicle that’s passing the road or even if you’ve confirmed that it is safe to cross, then you should cross the road slowly.

Walaupun secara teknis saya yang menabrak dia, tapi (setau saya) etika berkendara yang baik adalah “jika anda keluar dari persimpangan/ berbelok, maka anda harus menunggu atau jika merasa yakin kondisi aman anda harus keluar/ berbelok dengan perlahan.”

Then another warm-hearted motorcycle rider that’s passing, helps me to get up and lift my motorcycle and put us both on the side and safety part of the road.

Hingga akhirnya ada seorang pengendara motor lain yang baik hati membantu membangunkan saya dan motor saya yang terjatuh.

The first motorcycle that exits the alley with a high-speed then come over me, but with his arrogance he didn’t ask for my condition nor my motorcycle, but just stands before me and looking at me. Then I started the conversation by asking how he will resolve the situation. Surprisingly! he response disrespectfully by blaming that I’m driving so fast that when he exits the alley he runs into me. I’m so shock with his response.

Si pengendara motor yang keluar dari gang tadipun menghampiri saya, akan tetapi dengan arogannya dia samasekali tidak menanyakan keadaan saya ataupun motor saya, tapi hanya berdiri diam dan memandangi saya (seolah-olah hanya berbasa basi etika kecelakaan adalah untuk berhenti dan turun dari kendaraan). Maka sayapun yang memulai percakapan dengan pertanyaan “Jadi bagaimana ini Pak?” dan dengan ketusnya dia bereaksi “Ya gimana gimana?situ yang nyetir kencang sekali!”. Mendapatkan reaksi seperti itu saya kaget sekali, dia yang keluar dari gang dengan kecepatan tinggi hingga saya tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan pengereman dengan sempurna malah mendapatkan reaksi keras seperti itu.

Then I tried to explain that he exits the alley with a high speed that I didn’t get the chance to brake properly, and he denies my explanation by saying that his driving manner was right and the road where he came from is not an alley (irrelevant answer) and insist that I’m driving so fast, even he blames my brake is broken that he heard loud noise coming from it before we crashed.

Lalu sayapun berusaha menjelaskan bahwa dia yang keluar dari gang dengan kecepatan tinggi (alias nyelonong) hingga saya tidak bisa melakukan pengereman dengan sempurna, lalu diapun berkelit bahwa itu bukan gang dan tetap bersikukuh bahwa sayalah yang menyetir dengan kencang, bahkan dia menyalahkan rem saya yang tidak baik hingga diapun mendengar suara rem yang kencang hingga saya menabrak dia.

In that very moment, I’m totally confuse and have no more words to say to him, his excuses getting more and more no sense, at the same time I realize that he totally have no idea about the driving ethics at all

Di saat itu sayapun bingung, alasan yang diutarakan sudah semakin tidak masuk akal dan di saat yang sama saya menyadari bahwa pada dasarnya dia tidak mengerti etika berkendara samaskali.

I decided not to argue longer with him, clearly it will go nowhere, he will always find million of excuses to make himself right and I will always try to make him realize about his driving ethics is totally wrong, so I decided to ask him ‘So what are you going to do with this situation, the fact is that me and my motorcycle fell, I got some scratch both on myself and my motorcycle, what will you do about it?’ Once again he said ‘I don’t have to do anything, it’s all your fault, furthermore your motorcycle is fine’ (maybe he thought if the motorcycle is fine then nothing to worry about the situation).

Sayapun malas berdebat lebih panjang dengan orang tersebut, karena sudah jelas pemikiran kami tidak akan mencapai titik tengah, dia akan terus berusaha mencari sejuta alasan untuk membenarkan diri dan saya akan terus berusaha meyakinkan dia bahwa etika berkendara dia salah, hingga sayapun hanya bisa bertanya “Ya sudah begini saja, terserah Bapak mau ngomong apa, pada kenyataannya saya yang terjatuh, saya yang terluka dan motor saya yang jatuh, jadi bagaimana?” dan sekali lagi dia menjawab “Ya gimana gimana?situ yang salah, lagipula motornya juga ga kenapa-kenapa!” (sekarang dia berfokus kepada motornya, mungkin dia berprinsip kalau motornya tidak kenapa-kenapa artinya pengendaranya juga baik-baik saja).

On that very moment I decided not to argue more with him, clearly we don’t have the same idea about the situation.

Dan sekali lagi di situ saya memutuskan untuk tidak terus memperdebatkan hal ini, karena sekali lagi pemikiran kami tidak akan pernah sama.

Finally I can only said ‘Okay, if you are not going to be responsible for the situation, just leave, I can only pray for you’ and again with his arrogant tone he answers ‘Yes, pray!’ and he get on his motorcycle and left, and I forget to pay attention to his license plate or what kind of motorcycle that he rides on.

Dan terakhir saya hanya bisa bilang “Yasudah Pak, kalau memang Bapak tidak mau bertanggung jawab silahkan Bapak pergi saja dan saya hanya bisa mendoakan Bapak saja” diapun menjawab untuk terakhir kalinya “Ya doakan saja” dan diapun menyelonong pergi kembali, sayapun tidak sempat memperhatikan plat kendaraan dia ataupun jenis motornya.

I saw him leaves in silence and once I checked my body and motorcycle I continue my journey.

Di situ saya sempat diam sebentar sebelum melanjutkan perjalanan saya kembali sambil mengecek sekali lagi kondisi badan dan motor saya.

During my trip, these thought come across my mind ‘Was my decision is a stupidity/ was it showing my weakness or did I make the right decision for that specific situation?’

Dalam perjalanan saya selanjutnya, saya lalu berpikir, apakah keputusan saya itu sebuah kebodohan/ tanda kelemahan atau itu adalah suatu keputusan yang sudah tepat untuk kondisi tersebut?

My ego as a human said that I was so stupid (and I know if I tell this story to anyone they will blame me or telling me that I’m stupid not to argue even letting him go without any consequence).

Ego saya sebagai manusia mengatakan bahwa keputusan saya adalah amat sangat bodoh (saya tau jika saya menceritakan hal ini kepada siapapun akan bereaksi menyalahkan saya dan membodoh-bodohi saya karena membiarkan orang itu berlalu begitu saja).

On the other hand, my inner voice told me that continuing my argument with him is not my level, such a waste of time, energy and mind, even if he will do anything after the long argument, it will not be worth it the effort that I may made in the situation.

Di lain sisi, “suara kecil” di dalam diri saya mengatakan “Orang itu tidak selevel denganmu, tidak ada gunanya berdebat dengan orang itu, hanya membuang-buang waktu, tenaga dan pikiranmu saja dan jika dia akan melakukan sesuatu terhadapmupun tidak akan setimpal dengan usaha yang akan kamu keluarkan jika kamu bersikeras meminta pertanggungjawaban dia”

My ego and my inner voice keep on arguing about this until now that it really drains my energy to think about it, and another question arises ‘Is letting a situation go like that and praying for someone who make mistake to us is a sign of weakness or it actually a strength?’

Ego dan hati kecil saya terus berdebat mengenai hal ini hingga detik ini, hingga membuat pikiran saya amat sangat lelah, dan membuat pertanyaan baru “Apakah merelakan suatu keadaan seperti itu dan mendoakan orang yang bersalah kepada kita itu adalah sebuah tanda kelemahan/ kekuatan?”

If I’m trying to make a connection that particular situation with the teachings in my religion, Jesus let himself be blamed, mocked, bullied even physically tortured and still was mistakenly judged and he still prays for them until his very own last breath on his cross.

Karena jika saya menyambungkan kejadian tersebut dengan agama yang saya anut, Yesuspun merelakan dirinya dihina, dicaci, bahkan disakiti secara fisik hingga dihukum mati oleh manusia dan dia tetap mendoakan mereka hingga hembusan nafas terakhirnya di kayu salib.

I’m not trying to equalize my action and decision with what Jesus did to us humans, because it’s totally not equal, I only share my restlessness that you may experience, and can be a reflection if we are in the same situation.

Saya tidak berusaha menyamakan apa yang saya lakukan dengan apa yang Yesus telah lakukan untuk umat manusia, karena itu amat sangat tidak sebanding, saya hanya membagikan kegalauan saya yang mungkin juga teman-teman/ saudara-saudari alami, dan mungkin bisa jadi bahan renungan kalau-kalau mengalami hal serupa.

Because until today I still hasn’t resolved it with myself and haven’t fully accepted the situation and the decision that I made.

Karena sekarangpun saya masih mengalami konflik batin tersebut dan belum merasa menerima secara penuh keadaan dan keputusan yang telah saya ambil tersebut.

Have a great day.

Semoga bermanfaat.
Selamat berakhir pekan.

Leave a comment